Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

The Catcher In The Rye





Baca bareng BBI Mei 2013 klasifikasi Klasik-kontemporer


Judul Buku: The Catcher in the Rye
Pengarang: J.D. Salinger
Format: Ebook








Holden Caulfield, anak kedua dari empat bersaudara, merupakan seorang pecundang. Pada umur 16 tahun, beliau sudah bersekolah di empat kawasan berbeda. Pencey Prep -sekolah khusus anak laki-laki- di Agesrstown, Pensyvania, merupakan sekolah keempatnya. Dan untuk keempat kalinya, beliau mesti meninggalkan sekolah karena tidak lulus empat mata kuliah. Sebelum Natal, beliau akan dipulangkan ke tempat tinggal orangtuanya.

Sebenarnya masih tersisa tiga hari baginya untuk menghabiskan waktu di asrama sekolahnya. Tapi sehabis dihajar kawan dekat sekamarnya, beliau menentukan meninggalkan Pencey lebih cepat. Ia pergi ke New York tanpa berniat pulang ke tempat tinggal orangtuanya. Ia bermalam di hotel, kemudian bertualang sambil berlagak orang cukup umur sebelum menentukan apa yang hendak dilakukannya begitu orangtuanya tahu apa yang terjadi. Satu hal yang paling ingin dilakukannya merupakan berjumpa Phoebe, adiknya yang masih kecil. Ia sungguh mengasihi dan mengagumi Phoebe dan Allie, dua adik perempuannya yang cerdas. Sayangnya, Allie sudah meninggal dunia karena leukemia. 

Sejatinya, kendati kerap bertingkah tidak mengasyikkan dan praktis menyulut emosi orang yang sedang bersamanya, Holden merupakan anak yang baik. Saat beliau berjumpa dengan ibu seorang temannya di Pencey di atas kereta menuju New York, beliau mengisahkan yang baik-baik tentang anak itu. Padahal, anak itu berkelakuan kurang baik dan mengalami nasib sama dengannya, dikeluarkan dari Pencey. Atau di saat beliau berjumpa dua biarawati di Grand Central Station dan menyumbangkan 10 dolar terhadap mereka. Atau ketika beliau tidak terima gadis yang pernah bersahabat dengannya diperlakukan dengan kurang ajar. Hanya saja, pada usia belia, beliau sudah muak dengan kehidupan dan mengejawantahkan dalam sikap jenuh dan tidak menghiraukan dengan masa depannya sendiri.

Bagian paling mengharukan merupakan tatkala Holden berjumpa Phoebe, adik perempuannya. Phoebe yang mulanya merasa cemas dan kesal begitu mengenali abangnya dikeluarkan dari Pencey, bersikeras mengikuti Holden, kemana pun Holden akan pergi. Akhirnya, Holden menawarinya untuk naik komidi putar dan menyaksikan adiknya bersenang-senang sambil membiarkan dirinya sendiri berair kuyup kehujanan. 


 Topi merah merupakan simbol sang penangkap


Kisah di dalam The Catcher in the Rye karya J.D. Salinger berjalan cuma beberapa hari, namun menjadi cukup panjang karena ingatan Holden dan amatannya yang tajam dan sinis tentang orang-orang yang ditemuinya serta insiden yang terjadi dalam kehidupannya. Sebetulnya, tidak ada yang terlalu istimewa dalam novel ini. Konfliknya cuma bermain-main secara internal dalam diri Holden, dan bahkan tidak tuntas sampai novel dikhatamkan. Menjadi tetap bisa dibarengi karena J.D. Salinger mengunakan perspektif orang pertama yakni POV Holden yang berkisah dengan sungguh blakblakan. Bahasanya lugas dan kasar serta diimbuhi perumpamaan slang pada masanya. 

Selain pecundang, Holden juga phony. Masih berusia enam belas tahun namun berlagak menyerupai orang dewasa, menenggak minuman keras dan memanggil pelacur ke dalam kamar hotel tempatnya menginap. Akibatnya, beliau tidak dapat melawan di saat diperas dan dihajar Maurice, penjaga lift merangkap germo. Karakter Holden yang kontradiktif menciptakan kita kesal sekaligus kasihan kepadanya. Dan abjad semacam inilah yang rupanya sungguh memengaruhi kejiwaan segelintir pembaca kisahnya. Mark David Chapman menenteng The Catcher in the Rye di saat beliau menembak mati John Lennon, mantan personil The Beatles (8 Desember 1980). Robert John Bardo menenteng The Catcher in the Rye di saat menembak mati aktris Rebecca Schaeffer (18 Juli 1989). Sejak diterbitkan pada tahun 1951, novel ini memang sudah memanggil kontroversi dan pernah tidak boleh di Sekolah Menengan Atas dan perpustakaan Amerika Serikat. Meskipun demikian, novel ini dimasukkan ke dalam daftar 100 novel berbahasa Inggris terbaik yang ditulis sejak 1923 model majalah Time (2005) dan 1 dari 100 novel berbahasa Inggris terbaik masa 20 model Modern Library. 
  
Anyway, I keep picturing all these little kids playing some game in this big field of rye and all. Thousands of litte kids, and nobody's around -nobody big, I mean -except me. And I'm standing on the edge of some crazy cliff. What I have to do, I have to catch everybody if they start to go over the cliff -I mean if they're running and they don't look where they're going. I have to come out from somewhere and catch them. That's all I'd do all day. I'd just be the catcher in the rye and all. I know it's crazy, but that's the only thing I'd really like to be. I know it's crazy. 

Menjadi sang penangkap di ladang gandum -yang ingin menyelamatkan keindahan masa kanak-kanak sebelum menjadi dewasa, itulah kebaikan lain dari Holden Caulfield. Tapi menjelang novel berakhir, bukan Holden melainkan Phoebe, adik perempuannya, yang menjadi the catcher in the rye bagi kejatuhan Holden. Sesungguhnya, saya melihat, kelemahan paling besar Holden terletak pada ketidakmampuannya mendapatkan hidup selaku permainan di mana beliau mesti mengikuti hukum permainannya. 

Jujur saja, selama membaca novel ini, kadang-kadang saya ingin menoyor Holden. Tapi saya oke dengannya di saat beliau menutup episode enam belas tahunnya dengan kalimat ini: Don't tell anybody anything. If you do, you start missing everybody. 

Setelah The Catcher in the Rye diterbitkan, Salinger sudah banyak mendapatkan proposal pembiasaan novelnya menjadi film, namun senantiasa ditolaknya. Ia merasa novelnya ini tidak akan cocok untuk disesuaikan ke dalam film. Itulah sebabnya, kendati sungguh populer, kita tidak akan menerima model film dari novel ini.


Adegan pamungkas The Catcher in the Rye




      Tentang Pengarang:


Jerome David Salinger (1 Januari 1919-27 Januari 2010) mulai menulis sejak remaja. Setelah menciptakan banyak kisah pendek yang didasarkan pada pengalamannya dalam Perang Dunia II, beliau dipahami selaku pengarang hebat berkat The Catcher in the Rye. Ia cuma mempublikasikan sedikit buku yakni Franny and Zooey (1961), Raise High the Road Beam, Carpenter and Seymour: An Introduction (1963), dan satu kumpulan cerpen terdiri dari 9 cerpen yang dipilihnya dari 35 cerpen yang pernah ditulisnya, Nine Stories (1953).