Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

London




Judul Buku: London
Pengarang: Windry Ramadhina
Penyunting: Ayuning & Gita Romadhona
Tebal:  x + 330 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan: 1, 2013
Penerbit: GagasMedia





Gara-gara provokasi keempat sahabatnya -Brutus, Hyde, dan si kembar Dum dan Dee- Gilang, editor penerbit buku sastra, pastikan cuti dari kantornya dan pergi ke London menemui Ning. Ia bermaksud memamerkan kejutan pada gadis itu sehingga tidak mengabarkan kedatangannya. Kemudian, menyerupai rencananya, menyatakan cinta yang sudah dipendam bertahun-tahun. 

Ning merupakan tetangga sekaligus sahabatnya sejak sekolah dasar. Gadis inilah yang sudah bikin Gilang membatalkan niat kuliah di Fakultas Teknik dan menekuni sastra. Ning melanjutkan kuliah di Royal College of Arts, London, untuk mempelajari kurasi seni kontemporer. Seperti cita-citanya, selesai kuliah, ia diterima melakukan pekerjaan selaku kurator di Tate Modern, galeri seni kekinian di Bankside, London Tengah. Ning sempat kembali ke Indonesia sebelum bekerja, namun Gilang tidak mendapat peluang menyatakan cinta secara terang-terangan. 

Sesampainya di London, Gilang eksklusif pergi ke daerah tinggal Ning di Colville Place, Charlotte Street. Sayangnya, Ning sedang tidak berada di rumahnya. Ia sedang dalam perjalanan menjemput lukisan di Cambridge dan tidak terang kapan kembali. Padahal, Gilang cuma punya lima malam untuk dihabiskan di London. 

Gilang bermalam di penginapan berjulukan Madge yang terletak di Windmill Street, Fitzrovia. Ed, pramusaji Madge yang berdarah gabungan Inggris-India mendorong Gilang pergi ke Southbank untuk menyaksikan London Eye. Sebetulnya Gilang tidak berkeinginan memasuki salah satu kapsul kincir raksasa itu, namun ia tidak dapat menolak undangan Goldoilocks.

Goldilocks merupakan gadis kaukasoid yang dijumpainya di Southbank. Ia cantik, berkulit pucat, dan berambut cokelat muda kemerah-merahan, bagaikan berasal dari lukisan renaisans. Begitu melihatnya, Gilang secepatnya membaptis gadis itu dengan nama Goldilocks. Gadis itu timbul di saat hujan turun, namun begitu hujan reda, ia menghilang secara misterius, meninggalkan payung merahnya di tangan Gilang.  

Tidak cuma sekali Gilang berjumpa dengan Goldilocks. Setelah di depan London Eye, ia masih berjumpa gadis itu di daerah menyerupai Shakespeare's Globe Theatre di Bankside dan toko aksesoris erat Oxford Street di Soho. Sekali, di saat hujan turun, ia menyaksikan gadis itu bermandikan hujan di luar toko payung James Smith & Sons di New Oxford Street. Siapa bahwasanya Goldilocks? 

Selain Goldilocks, ia juga berjumpa Ayu, gadis asal Jakarta yang sedang berlibur di London. Mereka berjumpa di saat Gilang mencari peta London di toko buku milik Mister Lowesley, yang terletak di seberang Madge. Ayu merupakan gadis yang bahagia mencari buku langka menyerupai Gilang di masa lalu. Gilang pernah mencari cetakan pertama Burmese Days karya George Orwell, namun sebab tidak pernah menemukannya, ia pun melewatkan buku langka itu. Ayu mendatangi banyak sekali toko buku di London untuk mencari cetakan pertama Wuthering Heights karya satu-satunya Emily Brontë. Pertemuan ini tidak akan menjadi satu-satunya konferensi mereka.


Shakespeare's Globe


Ning gres timbul di hadapan Gilang pada malam ketiganya di Fitzrovia. Tapi kemunculan Ning tidak lantas memamerkan peluang baginya untuk menyatakan cinta. Apalagi, Ning sepertinya sedang jatuh cinta dan sudah bermaksud menetap di London demi cintanya. Tanpa dikehendakinya, Gilang pun terperangkap dalam bulat cinta segitiga. 

Sanggupkah Gilang merubah perasaan dan kesempatan Ning dan bikin gadis itu mau kembali dengannya ke Indonesia? 

London merupakan novel kelima dari serial Setiap Tempat Punya Cerita (STPC) yang diterbitkan GagasMedia. STPC merupakan proyek kerja sama GagasMedia dengan Bukune yang ditujukan untuk memamerkan pembaca buku terbitan kedua penerbit ini karya fiksi dengan pengalaman traveling ke mancanegara. Sebelum London, GagasMedia sudah mempublikasikan Paris (Prisca Primasari), Roma (Robin Wijaya), Bangkok (Moemoe Rizal), dan Melbourne (Winna Efendi). Windry Ramadhina, yang sebelumnya sudah melahirkan empat novel yakni Orange (2008), Metropolis (2009), Memori (2012), dan Montase (2013), diseleksi untuk mengggiring pembaca STPC ke London bareng Gilang yang sedang memperjuangkan cintanya. Dan sebagaimana dalam novel-novel terdahulunya, Windry bisa mendatangkan kisah menarik dalam jalinan plot yang memanggil ingin tau menggunakan bahasa Indonesia yang bagus namun tetap segar dan yummy dibaca. 

Windry memang mengawali kisahnya dari pemikiran yang sudah mencakup generik dalam karya fiksi yakni cinta yang timbul dari kekerabatan persahabatan. Itulah yang mendorong Gilang melanglang ke London demi mencuri hati Ning. Tapi begitu tiba di London, kisahnya meningkat dalam momen-momen indah yang memaksa kita untuk terus mengikuti plot maju-mundurnya. Kehidupan Gilang di London dibayang-bayangi kemunculan Goldilocks yang misterius. Goldilocks, tentu saja, tidak sekadar menjadi pemanas kisah hari-hari hujan bulan September di London, sebab ia akan bikin keajaiban cinta dengan payung merahnya. Banyak abjad dalam novel akan bersentuhan dengan keajaiban payung merahnya. Ayu yang kemunculannya bahwasanya tidak lumayan banyak namun tetap signifikan. Madam Ellis yang bertemperamen cuek dan keras hati sejak ajal suaminya. Mister Lowesley yang berpenampilan membosankan. V yang berjumpa Gilang di pesawat menuju London. Juga Ning, setelah bareng Gilang melalui malam di saat Fitzrovia Lates (festival seni yang diadakan di Fitzrovia). Dan tentunya Gilang, sang narator orang pertama novel ini. 



Karakterisasi yang diciptakan Windry terbilang sungguh matang. Terutama abjad Gilang, sukses dibesut dengan sedikit iseng. Mungkin sebab menekuni dunia sastra kendati belum bisa merampungkan novel perdananya, ia cepat sekali menganalogikan orang yang dijumpainya dengan abjad dalam karya fiksi yang pernah dibacanya. Brutus, Hyde, Dum dan Dee, V, Goldilocks, dan Finn(egan) bukanlah nama-nama asli. Sampai novel berakhir, kecuali Goldilocks, Windry tidak pernah mengungkapkan nama-nama orisinil mereka. 

Selain komposisi yang menawan dan kurangnya typo, London juga dibungkus dengan baik sebagaimana novel-novel STPC sebelumnya. Warna merah yang menjadi latar belakang sampul depan (rancangan Levina Lesmana) merupakan warna payung Goldilocks yang dapat dihubungkan dengan keajaiban cinta. Kata Angel yang mengikuti judul utama bahwasanya tidak diharapkan sebab mempunyai potensi spoiler. Novel ini juga dilengkapi ilustrasi karya Diani Apsari dan kartu pos bergambar Tower of London.

Kata Goldilocks: "Setiap orang punya keajaiban cintanya sendiri." (hlm. 320). Sudahkah Anda menemukannya?