Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Me Before You


 
Judul Buku: Me Before You
Pengarang: Jojo Moyes 
Penerjemah: Tanti Lesmana
Tebal: 656 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Mei 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama







Will Traynor sungguh menggemari hidupnya. Ia menyayangi pekerjaan dan perjalanan-perjalanannya selaku usahawan muda di suatu firma di London. Ia melakukan banyak sekali aktivitas fisik seumpama bungee jumping dari tebing karang, bermain ski, dan mendaki gunung Kilimanjaro. Dan selaku laki-laki muda, ia pun sungguh menggemari seks. Tapi itu citra Will sebelum terjadinya kecelakaan kemudian lintas yang menjadikannya terpuruk di kursi roda selaku penderita quadriplegia C5/6 (mengalami cedera di sumsum tulang belakang pada level C5 dan C6). Setelah kecelakaan kemudian lintas, Will tidak lagi menggemari hidupnya. Terikat oleh kekurangan dan kesakitan yang disandangnya selaku quadriplegic, Will bertekad menyelesaikan hidupnya. 

Menyusul kerja keras bunuh diri yang ia lakukan, Will mendapat kontrak Camilla Traynor -ibunya- untuk melakukan eutanasia. Ia akan dibawa ke Swiss untuk menyelesaikan hidup secara prematur di Dignitas. Organisasi yang diresmikan oleh  seorang pengacara Swiss berjulukan Ludwig A. Minelli (1998) ini menampilkan santunan terhadap orang-orang yang ingin menyelesaikan hidup alasannya merupakan mengalami sakit fisik atau mental yang tidak dapat disembuhkan. Dosis letal serbuk pentobarbital yang dilarutkan dalam segelas air atau jus akan menenteng orang-orang itu tidur abadi.

Will menangguhkan keinginannya selama enam bulan. Dan selama itu ia mendapat perawatan di rumah orangtuanya di Stortfold, suatu kota kecil yang kondang dengan kastel yang dijadikan lokasi kunjungan pelancong mancanegara. Selain dirawat oleh perawat pria berjulukan Nathan, Will memerlukan ajun perawat yang hendak mendampingi dan merawatnya selama Nathan tidak ada. 

Berkebalikan dengan Will, Louisa Clark -gadis menjelang 27 tahun- berasal dari keluarga yang sungguh sederhana. Ia tinggal di rumah orangtuanya yang dipisahkan oleh Kastel Stortfold dari Granta House, kediaman keluarga Traynor. Dengan pekerjaannya di kafe The Buttered Bun, Lou menolong menopang kehidupan keluarga. Tapi di saat kafe itu mesti ditutup oleh pemiliknya, terpaksa ia mencari pekerjaan lain. Setelah tiga kali menekuni pekerjaan berbeda, ia pun diterima melakukan pekerjaan selaku ajun perawat untuk Will Traynor. Padahal, ia sama sekali tak punya pengalaman merawat quadriplegic. Dan Will yang hendak dirawatnya, tidak dapat menggunakan kedua kaki dan cuma sedikit sekali bisa menggerakkan tangan dan lengannya. Selain mendampingi dan merawat Will, kiprah Lou merupakan menentukan Will tidak menjajal bunuh diri lagi. Lou akan melakukan pekerjaan selama enam bulan sesuai janji Will dan ibunya.

Awalnya Lou menduga tidak akan bertahan alasannya merupakan Will menampilkan perilaku yang kurang menyenangkan, sinis dan ketus. Tapi usang kelamaan ia menjajal mengenal Will, berbincang-bincang dengannya, dan mulai berempati dengan penderitaan pria yang hidupnya terperangkap di kursi roda itu. Will tidak cuma tidak dapat bergerak bebas, ia mesti hidup bergantung pada orang lain. Belum lagi problem kesehatan yang tidak pernah berhenti menyerangnya. Dalam keadaan terpuruk, ia pun mesti menahan perasaan, ditinggalkan kekasihnya untuk menikah dengan sahabatnya sendiri. Sementara ayahnya menanti kematiannya untuk bercerai alasannya merupakan hendak menikahi perempuan lain. Lou menjajal terus bertahan kendati akibatnya ia mengenali apabila Will akan dibawa ke Dignitas. Tugasnya pun bertambah, berupaya menghasilkan Will membatalkan keinginannya. 

Keberadaan Lou di dekatnya ternyata menghasilkan Will mengalami perubahan. Lou memang bukan gadis yang menarik. Ia tidak anggun dan luwes, posturnya pun agak pendek dan selera berpakaiannya aneh. Tapi ia bisa menghasilkan Will tertawa, menghasilkan Will lebih banyak bicara, dan mencicipi sedikit kebahagiaan. 

Will sendiri bekerjsama seorang yang sungguh baik. Ia menumbuhkan semangat Lou untuk memperbaiki kehidupannya. Ia mendorong Lou kuliah lagi, memperluas cakrawala, melebihi kota kecil mereka. Ia menyadarkan Lou apabila dirinya berbakat, cerdas, dan punya potensi. Bahkan, dalam keterbatasannya, ia menenteng Lou keluar dari frustasi berat alasannya merupakan pelecehan yang pernah dialaminya di labirin kastel.

Usaha Lou untuk merubah kesempatan Will kian intens. Ia mencari tahu dan mempelajari semua permasalahan penderita quadriplegia untuk lebih mengerti keperluan Will dan melakukan hal-hal yang dapat mengalihkan Will dari kesempatan untuk mati. Sungguh bukan hal yang mudah alasannya merupakan Will tidak senantiasa berada dalam keadaan baik. Dan beberapa waktu terus bergulir mengikis enam bulan yang ditetapkan, Lou mulai mencicipi cinta terhadap Will. Perasaan ini kian menjadikannya bertekad menghasilkan Will tetap hidup. 

Dari sudut pandang agama, menyelesaikan hidup secara prematur merupakan dosa. Seperti respons yang diterima Lou di chat room untuk orang-orang yang mengalami cedera tulang belakang:

... Bukan pada tempatnya menetapkan kapan kita dilahirkan dan kapan kita akan meninggalkan dunia ini; cuma Tuhan yang berhak. Tuhan menetapkan untuk merubah kehidupan temanmu, dalam kasih kebijaksanaanNya, dan mungkin ada suatu pelajaran yang ingin disampaikan Tuhan kepadanya... (hlm. 359).

Tapi dengan keterbatasan, penderitaan, dan kesakitan yang dialami penderita quadriplegia -sehingga meniadakan kesempatan hidup mereka, eutanasia menjadi penyelesaian terbaik. Sehingga, kesempatan Will untuk menyelesaikan hidupnya bisa dipahami dan diterima. Seperti respons lain di chat room itu:

Apa hak orang-orang yang dapat dan berbadan sehat untuk menetapkan seumpama apa semestinya kehidupan kami? Seandainya ini bukan kehidupan yang sempurna untuk temanmu, bukankah pertanyaanmu seharusnya: Bagaimana saya bisa menolong beliau untuk mengakhirinya? (hlm. 361-362).

Atau ucapan Nathan terhadap Lou perihal Will:

Tapi saya ingin beliau hidup apabila dia sendiri ingin hidup. Tapi apabila beliau tidak ingin, maka dengan memaksa beliau untuk terus menjalani hidupnya, bermakna kau, saya -seberapa sayang pun kita padanya- bermakna kita menjadi orang-orang brengsek lain yang merampas kebebasannya untuk menyeleksi pilihan." (hlm. 536)

Kesediaan Camilla menenteng Will ke Dignitas bukannya mudah diputuskan. Agama menentang, demikian pula hatinya selaku seorang ibu. Kariernya selaku hakim pun bekerjsama terancam dengan persetujuannya ini. Lou sempat merasa syok, Georgina -adik perempuan Will- mengecamnya, begitu juga Josie, ibu Lou. Camilla bersedia menenteng Will ke Dignitas setelah kerja keras bunuh diri yang ditangani Will. Tapi dengan persetujuannya ini bukan bermakna ia tidak berupaya merubah kesempatan putranya. Bahkan, keputusannya memberdayakan Lou alasannya merupakan ia berharap dalam waktu enam bulan gadis ceria ini bisa menangkal Will menggunakan haknya untuk mati.

Dari segi Lou, kita akan menyaksikan kerja keras tak kenal letih -yang tidak terpicu sekadar alasannya merupakan ingin menolong Camilla melainkan juga alasannya merupakan perasaan cinta yang perlahan muncul- untuk menghasilkan Will kembali bergairah menikmati kehidupan. Sungguh mengharukan membaca segala upaya yang dilakukannya bahkan hingga tahap persuasi yang bersifat intim. Tapi apakah segala upaya Lou bisa merubah keputusan Will dalam waktu yang tersisa? Apakah cintanya akan membatalkan kesempatan Will menggunakan haknya untuk mati? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang terus berkelebat sementara kita membaca novel Me Before You (Sebelum Mengenalmu) karya Jojo Moyes hingga kesimpulan diungkapkan.  

Apa yang diseleksi oleh Jojo Moyes untuk menyimpulkan novelnya ini, saya kira merupakan keputusan yang tepat. Bagi saya, yang terpenting dalam keseluruhan novel ini bukanlah pada sukses atau tidak Lou merubah kesempatan Will, melainkan pada konferensi mereka. Karena, konferensi dan juga interaksi di antara mereka, menampilkan efek yang sungguh signifikan dalam kehidupan satu sama lain, menghasilkan hidup mereka berlawanan dengan di saat sebelum saling mengenal. Terutama bagi Lou, pertemuannya dengan Will akan merubah hidupnya selamanya. 

Secara keseluruhan, walaupun dengan jumlah halaman yang banyak, Me Before You tidaklah susah ditamatkan. Hasil terjemahannya cukup elok dan yummy dibaca. Yang agak mengusik justru merupakan keputusan Moyes menambah-nambahkan narator orang pertama selain Lou dan kedatangan mereka yang tiba-tiba. Apalagi, apa yang disampaikan Camilla, Steven (ayah Will), Nathan, dan Katrina, bekerjsama bisa diungkapkan lewat penuturan Lou. Ada inkonsistensi perihal gunjingan waktu di saat Will menjajal bunuh diri. Saat Camilla menceritakan pada Georgina, Camilla menyebut terjadi bulan Desember (hlm. 177), namun di saat Camilla menjadi narator orang pertama ia menyampaikan terjadi pada 22 Januari (hlm. 189).

Meskipun bermuatan kisah cinta, kelihatannya tidak sempurna menyebut Me Before You selaku novel romansa. 



         Tentang Pengarang


JojoMoyes, pengarang Me Before You (2012) dilahirkan di London, Inggris, pada tahun 1969. Ia menjadi novelis sarat waktu pada 2002, di saat novel perdananya, Sheltering Rain, diterbitkan. Moyes merupakan pemenang dua kali Romantic Novel of the Year Awad dari Romantic Novelists' Association yakni untuk novelnya, Foreign Fruit (2002) pada 2004 dan The Last Letter From Your Lover (2010) pada 2011. Karya lain Moyes merupakan The Peacock Emporium (2004), The Ship of Brides (2005), Silver Bay (2007), Night Music (2008), The Horse Dancer (2009), dan The Girl You Left Behind (2012).