Surat Panjang Mengenai Jarak Kita Yang Jutaan Tahun Cahaya
Judul Buku: Surat Panjang Tentang Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya
Pengarang: Dewi Kharisma Michellia
Penyunting: Donna Widjajanto
Tebal: 240 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, Juni 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tiga puluh tujuh surat, sekeping CD berisi rekaman bunyi serta transkrip rekaman bunyi itu, diterima oleh seorang laki-laki. Pengirimnya seorang anonim yang menentukan untuk meneruskan apa yang tersisa dari kehidupan seorang wanita yang sudah meninggal dunia. Perempuan itu memang menujukan ke-37 suratnya terhadap lelaki yang merupakan teman dekat masa kecil sekaligus cinta abadinya.
Kita tidak diberi tahu nama si wanita penulis surat dan lelaki yang menemukan surat-suratnya. Maka kita sebut saja si wanita Nona Alien, karena ia menyebut lelaki itu dengan istilah Tuan Alien. Bagi Tuan Alien, mereka kemungkinan merupakan pasangan alien.
Pernah selama bertahun-tahun, kita tak terlepaskan. Kau bilang kamu senantiasa sanggup mendengar apa yang tak kuucapkan, dan kamu seumpama sanggup mengenali semuanya tanpa saya banyak bicara. Kau bilang kita sanggup mengantarkan sinyal-sinyal yang cuma kita saja yang tahu. Kau bilang kita barangkali merupakan pasangan alien (hlm. 11).
Mereka berjumpa dikala Nona Alien menyusul kedua abang perempuannya untuk tinggal di rumah nenek dari pihak ibu di Bima. Sebelumnya, Nona Alien tinggal di Bali bareng dengan ayah dan ibunya di rumah keluarga ayahnya. Ayahnya merupakan lelaki Bali beragama Hindu yang menikahi ibunya, wanita Bima yang beragama Islam. Dalam budaya patrilinial keluarga ayahnya, Nona Alien memang bukanlah anak yang diharapkan. Setelah kelahiran kedua abang perempuannya, orangtuanya berharap anak ketiga mereka seorang laki-laki, demi mengasyikkan keluarga Bali mereka. Itulah sebabnya, kepindahan Nona Alien ke Bima disambut bangga oleh keluarga ayahnya. Meskipun demikian, penolakan keluarga Balinya bukanlah satu-satunya argumentasi kepindahannya. Sebelumnya, Nona Alien sudah hidup dalam keterasingan karena dituduh berperan besar dalam peristiwa final hidup teman dekat Belandanya. Bali tidak lagi menjadi daerah tinggal yang tenteram baginya.
Mungkin perasaan terasing inilah yang menjadikannya karenanya sanggup menjalin tali perkawanan dengan Tuan Alien. Sebab, Tuan Alien juga hidup dalam keterasingan karena tidak pernah cocok dengan teman-teman sebayanya. Bersama-sama, mereka mengisbatkan diri selaku pasangan alien yang kesasar di bumi. Pasangan alien yang mengikrarkan komitmen untuk setia di bawah pohon beringin di pekarangan rumah Tuan Alien.
Setelah lulus SMA, mereka sama-sama melanjutkan kuliah di Yogyakarta. Janji untuk setia yang pernah diikrarkan Tuan Alien tidak sanggup dipertahankan. Tentu saja bukan sekadar karena mereka masih mempunyai kekerabatan darah selaku kerabat sepupu. Tapi sehabis menentukan kuliah di jurusan berbeda, kekerabatan mereka merenggang dan karenanya saling menjauh.
Sekalipun begitu, Nona Alien tidak sanggup mengusir Tuan Alien dari benaknya.
Selama beberapa tahun kamu pergi, yang kulakukan hanyalah terus-menerus menolak para lelaki -terkadang juga perempuan- yang datang. Banyak di antara teman dekat lesbianku menduga saya menanti seorang wanita yang sanggup kucintai. Sementara para lelaki yang kutolak senantiasa mengarang dongeng bohong ihwal argumentasi penolakanku. (hlm. 15).
Tidak heran jikalau Nona Alien terpukul di saat sebuah hari, sehabis berpisah puluhan tahun, ia menemukan surat dari Tuan Alien yang dibarengi ajakan ijab kabul dengan seorang pengarang terkenal.
Kalau kamu perlu tahu - saya cuma punya satu macam mimpi. Aku ingin tinggal di rumah sederhana dengan satu orang yang sungguh-sungguh tepat. Bila memang saya mesti mencurahkan seluruh perhatianku, terhadap satu orang itulah hal itu akan kulakukan. Dan di saat saya mesti membagi darahku dan menyatukan dagingku dengannya, saya akan melakukannya dengan satu orang terpilih itu. Aku akan membesarkan belum dewasa kami. Hanya kepadanya saya sanggup membagi seluruh dongeng dan duniaku, memperkenalkan siapa pun di hidupku, meningkatkan semua hal dalam hidupku menjadi miliknya juga. Termasuk kebahagiaan dan kesedihanku.
Berpuluh-puluh tahun lamanya, bahkan sejak pertama kali bertemu, saya sudah memilihmu dalam setiap doaku. Sesuatu yang tak pernah kauketahui bahkan hingga hari ini. Dan bila kamu suruh saya pergi begitu saja, di usiaku yang lebih dari empat puluh ini, saya mungkin sudah telat untuk mencari penggantimu. (hlm. 18 & 19).
Maka pada tanggal 23 Juli 2008, seminggu sehabis menemukan ajakan ijab kabul Tuan Alien, Nona Alien menentukan untuk menulis surat terhadap Tuan Alien. Ia ingin membagi kisah hidupnya, sebelum Tuan Alien melupakannya untuk selamanya. Rencananya, ia cuma akan menulis satu surat panjang selaku ucapan selamat tinggal dan selamat menempuh hidup baru. Tapi ternyata ia terus menulis (kemudian mendiktekan suratnya) hingga surat ketiga puluh tujuh yang bertanggal 26 Juni 2011 dan tidak pernah mengirimkannya. Karena toh Tuan Alien sudah tidak mengenal keberadaannya di Bumi.
Sempat saya menduga kamu mungkin pernah mengalami kecelakaan dan menderita amnesia berkepanjangan. Apa mungkin kamu pernah mengalami kecelakaan dan amnesia, dan orang-orang merahasiakannya dariku karena mereka benci dengan kedekatan kita pada masa kecil? Apa mereka begitu berharap biar kita saling menjauhi satu sama lain? (hlm. 45).
Dalam surat-suratnya ia mengisahkan perjalanan hidupnya. Terlahir selaku anak dari keluarga Bali, ia terbuang karena dilahirkan selaku anak perempuan. "Modernitas tidak terjadi pada keluarga yang masih menistakan insan cuma gara-gara jenis kelamin," kecamnya (hlm. 77). Anehnya, walaupun terbuang gara-gara lahir dalam cengkeraman budaya patrilinial, ia tetap berangan-angan mempunyai anak laki-laki. Berbeda dengan Tuan Alien, yang sungguh tidak suka budaya patrilinial dan ingin mempunyai anak perempuan.
Perjalanan hidup Nona Alien juga meliputi kehidupannya selaku mahasiwa dua jurusan di Yogyakarta yang tidak pernah dirampungkannya, jerih payah untuk menjangkau gelar sarjana psikologi setahun sehabis ayahnya meninggal, memerah keringat selaku wartawan di media massa nasional di Jakarta, dan hidup melajang sendirian di apartemen yang dibeli secara mencicil.
Aku senantiasa menjadi penyendiri yang kerap mengamati jalan hidup orang lain. Dan begitu sering memaklumi segala hal. Termasuk mereka yang sebaiknya merasa kecewa dan tertekan atas hidupnya namun justru terlihat bahagia. Tidak seumpama diriku. Seseorang yang tidak mempunyai hal-hal untuk membuatku kecewa dan merasa putus asa, seseorang yang sebaiknya bahagia, namun terlihat lemah dan senantiasa berupaya menyendiri untuk menutupi kelemahan-kelemahannya itu. (hlm. 199).
Nona Alien tidak mempunyai banyak teman dekat dalam kehidupan di luar lingkup pekerjaannya selaku wartawan. Yang paling erat dengannya hanyalah Tuan pemilik toko buku daerah ia menemukan gunjingan buku-buku yang ditulis istri Tuan Alien. Tuan pemilik toko buku merupakan seorang lelaki gay asal Prancis yang pernah hidup seumpama suami-istri dengan lelaki Indonesia yang menjadi kolonel KNIL. Setelah suami-nya meninggal, Tuan pemilik toko buku membuka jerih payah toko buku di erat Stasiun Gambir yang dijalankannya dengan anak angkatnya. Tuan pemilik toko buku dan anak laki-lakinya inilah yang menopang Nona Alien pada momentum terakhir hidupnya.
Setelah mengayuh kehidupan sendirian dan jauh dari Tuan Alien, Nona Alien bukannya tidak pernah berjumpa dengan lelaki yang menjadikannya jatuh cinta. Setidaknya ada dua lelaki yang dikisahkannya dengan cukup gamblang, seorang lelaki bule yang dijumpainya di Prancis dikala tinggal setahun di negara itu dan seniman yang tiba dalam hidupnya dikala ia berusia 40-an. Hubungannya dengan kedua lelaki ini tentunya gagal karena hingga dikala kematiannya, Nona Alien tetap tidak pernah menikah.
Selain kasih tak hingga antara Nona dan Tuan Alien yang memang sudah semestinya, Dewi Kharisma Michellia, pengarang novel Surat Panjang ihwal Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya memasukkan banyak pengalaman hidup yang dialami Nona Alien. Pengalaman hidup itu sebagian besar tidak melibatkan Tuan Alien dan memicu sedikit digresi. Setidaknya, cuma ada tiga cuilan yang menimbulkan Tuan Alien, yakni kisah masa kecil mereka, pesta topeng yang menandai perpisahan mereka di Yogyakarta, dan program ijab kabul Tuan Alien. Kendati kekerabatan mereka yang sudah mendorong Nona Alien menulis surat-suratnya, kemunculan Tuan Alien terasa cuma seumpama bayang-bayang. Ia ada namun seperti tidak ada. Hal ini merupakan pengaruh dari penulisan menggunakan teknik epistolari. Dalam hal ini, kita seperti menjadi peserta surat, menjadi Tuan Alien. Kita membaca, merasa, dan berpikir. Kita berada di dalam sekaligus di luar kisah yang kita baca.
Salah satu keunikan novel tanpa pembicaraan ini merupakan anonimitas yang diberlakukan pengarang. Kita tidak akan mengenali nama-nama abjad rekaannya hingga novel ditamatkan. Mereka cuma dimengerti dengan identitas seumpama Tuan Alien, Tuan pemilik toko, Anak tuan pemilik toko, Gadis berliontin naga, Kekasihku/mantan kekasihku, Nyonya Pemred, dan Lelaki yang senantiasa terlihat ingin menangis. Memang unik, namun menghasilkan kita berjarak dengan mereka semua.
Jeda memberi peluang berkembang dan berkembangnya sebuah hubungan, lebih-lebih kekerabatan asmara. Namun, jarak yang begitu jauh acap kali justru memutus keterhubungan.
Bagiku kini, jarak kita sudah meraih jarak yang mesti ditempuh selama jutaan tahun cahaya. Jarak yang tak akan sanggup ditempuh dalam usia kita selaku manusia.
Waktu terus bergerak, namun ujung usia pada lazimnya insan tak pernah melampaui dua ratus tahun -tak hingga menjamah hitungan satu tahun cahaya. Tak peduli alat tercanggih dari negeri mana pun yang kita pakai untuk menempuh jarak itu, kamu dan saya -dalam jarak sejauh itu- sudah barang tentu tak akan mungkin lagi berjumpa secara fisik. Maka bila surat-suratku ini kelak diberikan judul, saya mungkin akan dengan jail menamainya "Surat Panjang ihwal Jarak Kita yang Jutaan Tahun Cahaya". (hlm. 211).