Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jakarta 24 Jam


Judul Buku: Jakarta 24 Jam
Pengarang/Ilustrator: Putra Perdana/Wandy Ghan/Faizal Reza/Feddy F. Bayusegara
Editor: Donna Widjajanto
Tebal: 256 hlm; 20 cm
Cetakan: 1, 2013
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama






Jakarta 24 Jam yakni suatu kumpulan cerpen yang diracik oleh tiga pengarang. Mereka yakni Putra Perdana, Wandy Ghani, dan Faizal Reza. Sebagai pengarang cerpen, karya Putra Perdana antara lain bisa dibaca dalam antalogi Perkara Mengirim Senja dan Singgah. Sedangkan karya Faizal Reza, selain dalam kedua antologi tersebut, dapat juga dibaca dalam antologi Cerita Sahabat (bersama Alberthine Endah). Untuk menghiasi cerpen-cerpen yang ada, Feddy Fahdi Bayusegara menyumbangkan ilustrasi karyanya. Itulah sebabnya pada sampul buku, Jakarta 24 Jam sanggup dibaca selaku karya kerja sama Putra Perdana, Wandy Ghani, Faizal Reza, dan Feddy Bayusegara.

Semua cerpen dalam buku ini memiliki benang merah yang sama, yakni kafe (kedai kopi) berjulukan Jakarta 24 Jam yang terletak di Jalan Sabang, Jakarta. Di pecahan Exordium (eksordium/pengantar/pendahuluan), kita mengenali kalau sebelum menjadi kafe, Jakarta 24 Jam yakni toko berjulukan Tiga Doea milik pasangan Cina-Belanda. Seorang cowok berbadan kekar dan pejal, memakai anting dengan tato di lengan dan leher menjadi pemilik sekaligus (salah satu) barista Jakarta 24 Jam.

Setelah Exordium, kumpulan cerpen ini dipecah menjadi tiga pecahan yang ialah tiga penggal waktu dalam satu hari: 06.00 - 14.00, 14.00 - 22.00, dan 22.00 - 06.00. Pembagian ini dimaksudkan untuk mengumumkan terhadap kita kalau seting waktu cerpen terjadi pada jangka waktu yang menjadi judul pecahan itu. Bagian pertama (06.00 - 14.00) terdiri dari tujuh cerpen, pecahan kedua (14.00 - 22.00) terdiri dari 6 cerpen, dan pecahan ketiga (22.00 - 06.00) terdiri dari tujuh cerpen. Cerpen dalam pecahan pertama -sebagai contoh- terjadi di antara jam 06.00 - 14.00. Ditambah dengan Exordium, mempunyai arti terdapat 21 cerpen dalam kumpulan cerpen ini. Semua cerpen yang judulnya cuma berupa satu kata ini diberi seting waktu masing-masing. Exordium, misalnya, berseting Minggu, 1 Oktober 10.03 WIB (jam berbincang kapan kisah dimulai). Sayangnya tidak ada warta tentang proses inovatif cerpen-cerpen itu. Kita tidak tahu cerpen mana yang ditulis oleh Putra Perdana, Wandy Gani, dan Faizal Reza. Apakah mereka menulisnya bergantian seumpama yang dilaksanakan Djenar Maesa Ayu dan para pengarang pria dalam 1 Perempuan 14 Laki-laki?

Bagian pertama dimulai dengan cerpen bertajuk Narkolepsi. Sebenarnya narkolepsi yakni penyakit kronis yang ditandai dengan serangan kantuk dan ingin tidur, namun apa yang dialami narator orang pertama cerpen ini agaknya bersifat akut, disebabkan oleh suatu kejadian. Pada suatu pagi,  ia terbangun di suatu wilayah parkir bersahabat Jalan Sabang, dan kehilangan kenangan tentang insiden yang menjadikannya berada di wilayah itu. Cerpen kedua yang berjudul Ketiga berkisah wacana seorang gadis yang menggemari angka tiga, lantaran menilai angka tiga selaku angka keberuntungan. Tapi bukan permasalahan angka tiga yang kita peroleh dalam kisah ini, melainkan dendam gadis yang kehilangan kekasihnya yang bertekad membunuh pembunuh kekasihnya. Alice, cerpen ketiga, jelas-jelas ditulis menurut kisah Alice In Wonderland-nya Lewis Carroll. Gadis Sekolah Menengan Atas dalam cerpen ini pergi ke Jalan Sabang untuk berbelanja kaset album Indra Lesmana, Mimpi dan Rumah Ketujuh, di toko kaset Duta Suara ( di dalamnya ada lagu Alice In Wonderland). Tapi, sebelum berbelanja kaset itu, perhatian gadis itu sudah teralih dengan kedatangan seorang pria bermantel warna burgundy. Ia pun mengikuti pria itu  seperti Alice mengikuti kelinci putih.

Sting -yang dijadikan judul cerpen keempat- yakni nama musisi sekaligus bintang film. Ia membawakan lagu Englishman In New York yang didengar kemudian dimainkan oleh saksofonis tanpa nama yang menjadi narator cerpen ini. Saat ngamen di depan Jakarta 24 Jam, tanpa diketahuinya, suatu insiden yang melibatkan dua polisi dan barista dari kafe itu yang akan menegaskan nasibnya sedang berlangsung. Dua polisi yang terlibat pengejaran si barista -Rozi dan Tobeng- timbul dalam cerpen Laporan yang ialah hasil penyidikan terhadap insiden dalam cerpen Sting.

Alasan adalah cerpen berdurasi terpanjang dalam kumpulan cerpen ini. Terdiri dari lima bagian, yakni Cinta, Rasa Takut, Nafsu, Neurosis, dan Ketamakan, dan dikisahkan oleh lima orang narator orang pertama. Narator pertama menjadi korban pembunuhan yang dijadwalkan oleh dua narator lainnya, narator kedua menjadi pembunuh lantaran keadaan, narator ketiga yakni pembunuh yang menjadi korban pembunuhan, narator keempat mendapatkan korban pembunuhan narator kedua, dan narator kelima yakni kandidat korban narator keempat. Berlayar, cerpen epilog pecahan pertama, terdiri dari kenangan seorang perempuan terhadap mendiang pria yang ia cintai. Kenangan itu timbul di saat ia berada di Jakarta 24 Jam dan menyaksikan pasangan di meja sebelahnya.

Parkir -cerpen pertama dalam pecahan kedua- dikisahkan oleh Fajar, seorang tukang parkir di Jalan Sabang. Ia memarkirkan kendaraan beroda empat hadirin Jakarta 24 Jam. Salah satu hadirin yakni perempuan berjulukan Rima yang menarik hatinya. Mungkinkah ia bisa memiliki Rima mengingat dirinya cuma seorang tukang parkir? Cerpen kedua, Pintu, berkisah wacana Nala yang dipaksa pergi ke Jalan Sabang dan memasuki pintu dengan tanda silang kuning pada permukaannya. Setelah pintu terbuka dan ia masuk ke dalamnya, terungkap pula misteri yang termasuk kehidupannya. Rooney, cerpen berikutnya, berkisah wacana Andre dan Dira yang akan menikmati kopi di Jakarta 24 Jam. Seperti dalam dongeng karangan Andre, mereka menyaksikan tukang gorengan bermuka seumpama Sule dengan lengan bertato, memakai baju Manchester United bernomor punggung 10 milik Rooney dan celana army. Benarkah tukang gorengan itu teroris seumpama dalam dongeng Andre? Cerpen Peringatan berkisah wacana Tommy yang mendapatkan surat kaleng dengan perayaan berbunyi: Kau akan mati besok. Segera Tommy merespons perayaan itu dengan mencari si tersangka pengirim surat kaleng. Apakah ia bisa mendapatkan dan membunuh pengirim surat kaleng itu, atau malah ia yang mati seumpama perayaan itu?

Wira -karakter dalam cerpen Assist- adalah pemain sepak bola yang tidak pernah bisa bikin gol atas namanya sendiri kendati dipahami selaku bintang lapangan. Dalam 43 laga di suatu ekspresi dominan pertandingan,  ia bikin rekor 57 assist. Saat hendak pergi ke Kuala Lumpur untuk mengikuti babak final, ia menghilang. Ke mana ia pergi? Ternyata, tidak pernah bisa bikin gol bukanlah duduk permasalahan paling besar dalam hidupnya. Sebuah postingan majalah menawan perhatian narator cerpen berjudul Pesan. "...Ada kalanya seseorang yang sudah mati akan kembali, demi menyelesaikan apa-apa saja yang belum diselesaikannya selama hidup di dunia." (hlm. 186). Mungkinkah hal ini terjadi? Dalam jangka waktu tidak terlampau lama, pertanyaan ini akan terjawab lewat pengalamannya sendiri.

Cerpen pertama dalam pecahan ketiga yang bertajuk Kembali merupakan suatu sci-fi. Seorang pria memakai mesin waktu (yang cuma bisa berjalan mundur) untuk pergi ke masa lalu, dikala ia berjumpa untuk pertama kalinya dengan istrinya. Mereka berjumpa di Jakarta 24 Jam, yang juga menjadi wilayah tujuan narator cerpen Kencan. Dalam perjalanan menuju Jakarta 24 Jam menumpang bus TransJakarta (yang juga digunakan selaku fasilitas transportasi beberapa abjad cerpen lainnya), cowok yang akan berkencan itu melakukan pengamatan terhadap acara penumpang lain yang mencurigakan. Akankah ia terdorong untuk mencari tahu atau lebih menegaskan tidak mengingkari komitmen kencannya dengan kandidat pacar baru?

Hujan di tanah yang kering akan bersenyawa dengan tumbuhan, bebatuan, bakteri, atau spora dalam tanah, kemudian mengeluarkan aroma yang disebut petrichor (hlm. 215). Katanya, petrichor bisa memacu segi melodramatik kita hingga di luar kendali. Itulah yang terjadi pada narator cerpen Petrichor yang memiliki rekam jejak yang cantik terkait urusan sempurna waktu. Dalam kondisi di luar kendali, ia melawan terpaan hujan deras demi menjaga rekam jejaknya. Mindtrick, cerpen berikutnya, dikisahkan oleh narator yang menggemari permainan sulap. Permainan sulap yang idenya tiba dari Rolet Rusia dilakukannya untuk mengenali jati diri seseorang di kehidupan sebelumnya. Ia memainkannya bareng Naya di meja kafe Jakarta 24 Jam. Nah, siapakah beliau dan Nala di kehidupan sebelumnya? 

Struktur Kimia Petrichor

Si saksofonis timbul kembali selaku narator cerpen Adegan. Ia mendedahkan adegan yang terjadi di dalam Jakarta 24 Jam yang ia saksikan lewat jendela besar kafe itu. Tidak cuma menyaksikan, ia pun bikin dongeng dan pembicaraan yang terjadi di antara sepasang insan yang sedang berada di dalam kafe. Jika si saksofonis bisa bikin dongeng dan pembicaraan dalam pikirannya, maka narator dalam cerpen Maria bisa bikin percakapan dengan Tuhan. Kepada Tuhan, ia menceritakan kondisi dirinya yang mudah jatuh cinta pada perempuan yang sudah dimiliki orang lain.

Addendum, cerpen epilog kumpulan cerpen ini, kelihatannya berseting waktu bertahun-tahun setelah  kejadian di Exordium. Naratornya mengingat pertemuannya dengan seorang laki-laki, dua tahun sehabis mereka berjumpa untuk pertama kalinya di Jakarta 24 Jam. Adegan epilog cerpen ini mengagetkan sekaligus membingungkan. Mengejutkan lantaran adanya pengungkapan jati diri narator menjelang cerpen berakhir. Membingungkan lantaran membuat pertanyaan-pertanyaan ini: apakah sosok abnormal yang menjumpai si narator yakni barista yang diperkenalkan di Exordium lantaran memiliki penampakan fisik yang sama? Bukankah kalau sosok abnormal itu si barista, si narator sudah mengenalnya? 

Pencantuman seting waktu pada setiap cerpen sungguh hal yang memanggil tanya. Pertama, penempatan cerpen dalam ketiga bagian, tidak dibentuk berurut. Seting waktu terkesan cuma sekadar komplemen yang dapat diabaikan (dan menimbulkan pertanyaan: mengapa harus dicantumkan?). Kedua, bukannya tahun kejadian, yang dicantumkan di belakang hari dan tanggal justru jam setiap insiden dalam cerpen dimulai. Padahal, bukankah hal itu tidak penting mengingat kumpulan cerpen ini sudah dibagi dalam tiga penggal waktu? Tahun insiden sungguh penting untuk memperjelas jarak antara setiap kejadian, dari Exordium hingga Addendum.

Hal lain yang memanggil tanya yakni kembalinya si saksofonis menjadi narator dalam cerpen Adegan (bagian ketiga: Selasa, 26 April) sehabis tertembak dalam cerpen Sting (bagian pertama: Rabu, 25 April). Apakah insiden dalam Adegan terjadi bertahun-tahun sehabis insiden dalam Sting? Mungkinkah si saksofonis tidak jadi mati? Tidak mau terlalu pusing, saya kembali ke judul setiap bagian. Saya kemudian beropini kalau insiden di pecahan pertama bisa saja terjadi sehabis insiden di pecahan kedua. Jadi, kesimpulan saya, insiden dalam cerpen Adegan terjadi sebelum insiden dalam cerpen Sting.

Tidak semua cerpen dalam kumpulan cerpen ini sukses mengaduk emosi saya meskipun tema yang disampaikan cukup bervariasi. Jika diminta menegaskan cerpen yang mengesankan, tanpa banyak berpikir, saya akan menunjuk cerpen Alasan. Bukan lantaran ialah cerpen berdurasi terpanjang dalam kumpulan cerpen ini, namun lantaran mengandung intensitas kengerian yang bikin saya tidak berhenti membaca dan terus terkenang sehabis saya menutup buku ini.