Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

All You Can Eat


 
Judul Buku: All You Can Eat
Pengarang: Christian Simamora
Penyunting: Alit Tisna Palupi
Desainer Sampul: Jefri Fernando
Tebal: xii + 460 hlm; 13 x 19 cm
Cetakan: 1, 2013
Penerbit: GagasMedia





‘CINTA KOK BIKIN SEDIH?’

Dear pembaca,

Berbeda dengan penulis lain di luar sana, saya akan berterus terang tentang selesai novel ini: bahagia. Tapi, kumohon, jangan desak saya untuk menceritakan permulaan ceritanya. Juga ihwal siapa Sarah, siapa Jandro, dan apa yang menghubungkan mereka berdua. 

Aku juga tak akan melebih-lebihkan penjelasanku tentang novel kesepuluhku ini. ‘All You Can Eat’ memang bukan kisah yang orisinal. Jadi, jangan terkejut ketika mendapati ceritanya mengingatkanmu pada curhatan seorang kawan atau malah pengalaman hidupmu sendiri. Ini ihwal seseorang yang istimewa di hati. Yang tak bisa kau lupakan, juga tak bisa kau miliki. 

Jadi, apa keputusanmu? Kalau sehabis klarifikasi tadi kau masih ingin membaca novel ini, tak ada yang lagi bisa saya katakan kecuali: selamat menikmati.

Dan selamat jatuh cinta.

CHRISTIAN SIMAMORA





Seperti pengakuan Christian Simamora, pengarang All You Can Eat, kisah dalam novel ini memang tidak orisinil. Pertama-tama, memang tidak ada kisah cinta yang otentik dalam karya fiksi sebab sudah terlampau banyak digarap. Kedua, kisah cinta di antara pasangan berlainan usia di mana perempuannya jauh lebih tua, bukan barang gres lagi. 

All You Can Eat dijadikan judul novel kisah cinta ini dengan aneka macam alasan. Antara lain sebab draft pertama novel ini diberi tagline Cerita Hati yang Makan Hati,  novel ini ditulis dengan spirit lagu Neon Trees yang berjudul Animal, dan sebab tokoh utama novel suka masak. Apapun alasannya, judulnya memang cukup memanggil dan membuat penasaran.

Kisah cinta yang tidak otentik ini yakni kisah cinta Sarah Kristiana dan Alejandro Putra Vimana (Jandro). Sarah Kristiana yakni penulis skenario film, layar lebar dan layar kaca, dan sudah tidak muda lagi, 30 tahun. Setelah dua tahun hidup bareng bagaikan suami-istri, Sarah dikejutkan dengan legalisasi Rifat, kekasihnya, yang berselingkuh dengan pelatih yoganya. Sarah menentukan hubungan tanpa konfirmasi sebelumnya dengan Rifat dan pergi ke Ubud, Bali, untuk merampungkan skenario film layar lebar yang sedang digarapnya. Ia bermaksud tinggal selama dua ahad di vila milik keluarga sahabatnya, Anye. 

Tenyata di Vila Vimana, ia tidak sendirian. Jandro, adik pria Anye, sudah lebih dahulu berada di sana. Secara impulsif, Jandro meninggalkan Jakarta karena kecewa pada Nuna, kekasihnya yang lebih menentukan pria opsi orangtuanya. Selama ini, Jandro cuma berstatus selaku selingkuhan Nuna yang sudah bertunangan dengan Darren.  

Apa yang hendak terjadi di Vila Vimana sudah bisa ditebak. Apalagi sehabis sang pengarang mengungkapkan bila Jandro pernah jatuh cinta pada Sarah. Saat itu, Jandro masih kelas tiga Sekolah Menengah Pertama dan lebih muda dari Sarah. Sarah, pasti saja, menolak pernyataan cinta Jandro. Dan sehabis itu, usang mereka tidak bertemu, hingga Sarah menyaksikan Jandro kembali dalam kondisi tanpa pakaian di Vila Vimana. 

Jandro, remaja nerd berbadan ceking dan berkulit pucat, sudah menjelma menjadi perjaka ganteng berbadan jantan, seorang Brendan dengan pancaran sex appeal yang tinggi. Dia bukan lagi kutubuku yang lebih senang menghabiskan waktu di dalam kamarnya, melainkan pebisnis yang berhasil dengan bisnis budget hotel. Ketampanan dan keberhasilan Jandro makin lengkap sebab beliau pun pintar masak. Dampaknya, Sarah tidak dapat mengusir daya tarik Jandro, dan terutama, menertibkan fikiran mesumnya. 

Dalam kondisi patah hati, konferensi dengan Sarah menghidupkan kembali cinta pertama Jandro. Hanya saja, Sarah masih tidak dapat menentukan sikap. Bukan sebab tidak menyayangi Jandro, tetapi sebab Sarah sadar diri. Jandro gres berusia 23 tahun, lebih muda tujuh tahun darinya. Selain itu, Sarah tidak percaya Anye akan merestui hubungan mereka.

Sebagaimana diakui sang pengarang, novel ini berakhir bahagia. Dan untuk meraih kebahagiaan, perasaan Jandro dan Sarah perlu diuji. Christian Simamora menggunakan jurus generik yang sungguh stereotipikal. Nuna timbul di Bali dan ingin kembali ke dalam pelukan Jandro. Sarah berjumpa dengan Irvan, pebisnis asal Jakarta yang kebetulan berada di Bali. 

All You Can Eat yakni novel pertama yang berhasil saya tamatkan dari sepuluh novel Christian Simamora yang sudah diterbitkan. Sebelumnya pernah menjajal baca novel pembiasaan film karyanya, Coklat Stroberi (2007), tetapi gagal total, tidak hingga tamat. Saat itu, saya kurang bisa menyesuaikan dengan gaya berkisahnya yang terlalu ramai. Sekarang, sehabis lebih permisif pada aneka macam gaya berkisah, saya bisa menamatkan All You Can Eat

Novel yang ditargetkan untuk pembaca sampaumur ini ditulis dengan blakblakan, ceplas-ceplos, ceriwis, dan hmmm... genit. Dalam bertutur, Christian Simamora menyingkir dari kesantunan dan menghalalkan penggunaan kata-kata vulgar yang agaknya dianggap biasa dalam lingkup pergaulan para tokoh novel.  Ia juga menggunakan bahasa sesukanya, bahasa Indonesia berlepotan banyak bahasa Inggris -mungkin dimaksudkan untuk mewakili kebiasaan para tokoh, yang sering kali terasa mengusik sebab penulisannya mengikuti bahasa lisan. Alhasil, novel ini pun menjadi sungguh ramai dan gaduh. 

Sepertinya, apa saja informasi yang terbersit dalam fikiran pengarang ketika menulis, dijejalkan begitu saja ke dalam novel, sering tanpa filter. Akibatnya, kita selaku pembaca dipaksa membaca aneka macam informasi tidak penting -seperti gosip-gosip Holywood- yang bila dikeluarkan, tidak akan memamerkan efek apa-apa pada alur dan pertentangan dalam novel. 

Dalam mendeskripsikan tampilan lahiriah kedua tokoh utama, pengarang sungguh gamblang. Tapi selama membaca, saya sering tidak dapat mengusir perasaan risih yang muncul. Apalagi ketika pengarang yang notabene yakni seorang pria begitu luar biasa mendeskripsikan bagian-bagian badan Jandro. Memang pengarang memamerkan takaran yang serupa dalam mendeskripsikan kemolekan badan Sarah, tetapi tetap saja, overdosis untuk Jandro.

Saya mendapatkan kalimat yang memerlukan pembenahan selama pembacaan. 

Dalam balutan maxi dress yang menonjolkan lekuk dadanya, Nuna dan Jandro saling bertukar tatap. (hlm.281) (siapa yang dibalut maxi dress yang menonjolkan lekuk dada, Nuna atau Nuna dan Jandro?) :) 

Dia erat dengan Irvan kini arah belum mendapatkan argumentasi untuk menilai yang mereka jalankan ini masuk klasifikasi 'relationship') (hlm. 295)  (Kalimat yang membingungkan)

Terlepas dari hal-hal mengusik yang sudah disebutkan sebelumnya, All You Can Eat yakni suatu novel yang tidak menjemukan dibaca, mengalir lancar, dan sungguh kentara, ditulis dengan semangat humor yang tinggi. 





Paper dolls by Levina Lesmana